Washington, (Analisa). Negara-negara
emerging economy (ekonomi baru bangkit) sebaiknya tidak usah terlalu
banyak membuang waktu berusaha memperjuangkan hak untuk memimpin Bank
Dunia kalaupun mereka akan melakukannya. Pertengahan Pebruari lalu
muncul berita tentang akan mengundurkan dirinya Robert Zoellick sebagai
presiden Bank Dunia, dan Capitol Hill dengan cepat dan serta-merta
menyebut-nyebut Hillary Clinton dan Larry Summers sebagai calon kuat
untuk menggantikannya.
Sama halnya, dapat
diramalkan dengan "bengisnya" oleh sejumlah pihak, bahwasanya terdapat
kemustahilan (bagi pencalonan dimaksud) terkait "adat kesopanan" yang
memberi hak kepada orang Amerika untuk memimpin Bank Dunia dan kepada
(orang) Eropa untuk posisi tertinggi di IMF.Jadi kebengisan merka itu seolah-olah dibenarkan. Namun demikian, pencalonan dimaksud juga akan tiada artinya, karena dengan pangsa suara di Bretton Woods Institutions di mana mereka berada, perubahan status quo sepanjang caranya diputuskan di dalam kepemimpinan kedua lembaga dunia itu, akan memerlukan kerelaan mereka yang memimpin sekarang untuk menyerahkan kepemimpinan mereka. Sebagaimana yang jelas nampak pada pencalonan Christine Lagarde dari Prancis oleh Eropa yang bersatu, maka peluang untuk pencalonan dari luar praktis nol.
IMF menjadi urusan Eropa karena Eropa kini menjadi klien utamanya. IMF sudah menyetujui pinjaman lebih $110 miliar untuk Irlandia, Yunani dan Portugal, lebih dua kali komitmennya untuk bagian dunia lainnya. Dan pemerintah emerging-country kini juga berperan dalam mendanai bailout bagi negara-negara Eropa yang kesulitan. China, Brazil, Rusia dan India sudah memberikan kontribusi darurat mereka untuk mendanai IMF yang membuatnya semakin mampu membantu negara-negara Eropa tersebut.
Namun begitu, tetap saja pergulatan untuk memimpin IMF juga mengungkapkan adanya pemisahan mendasar antara keadaan ekonomi global yang sekarang dengan lembaga-lembaga pasca perang tersebut yang mengetengahi hubungan ekonomi internasional, seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO/GATT, yang didirikan dengan asumsi implisit bahwa negara-negara ekonomi yang besar dengan modalnya yang surplus adalah juga negara yang rakyatnya kaya menurut standar internasional.
Kini, paling tidak terdapat alasan untuk menaruh perhatian terhadap kepemimpinan IMF (karena krisis akan terjadi dan belum nampak badan serupa memperhatikan masalah keuangan darurat). Bagi Bank Dunia, masalahnya sudah jelas. Bahkan di Afrika, satu-satunya kawasan di dunia yang masih punya pengaruh, kekuatan pendanaan dan kemampuan Bank Dunia untuk mengatasi masalah menjadi kerdil oleh borosnya kekuatan anggaran pengeluaran China. Tidak terlalu berlebihan untuk mengatakan kalau peran Bank Dunia kini sangat terbatas untuk memperhatikan keadaan infrastruktur fisik Afrika sementara perusahaan-perusahaan China membangun sejumlah fasilitas yang menurut Bank Dunia diperlukan Afrika.
Jadi, nampaknya kecil sekali taktik atau keuntungan strategi di emerging countries dalam berusaha memperjuangkan kepemimpinan Bank Dunia. Pada 20 Pebruari, Bank Dunia mengumumkan bahwa pencalonan untuk presidennya yang berikut akan ditutup 23 Maret. Sebegitu jauh belum ada kandidat dari emerging-world yang mencalonkan diri. Boleh jadi hal itu karena mereka tahu tidak akan ada peluang bagi mereka. Akan tetapi boleh jadi juga karena mereka benar-benar tidak perduli. (AP/sy.a)
0 komentar:
Posting Komentar